Post Top Ad


Setelah membangunkan sasakala untuk mengenang mendiang ayahnya Sri Baduga Maharaja, tahun 1535M Surawisewa wafat. Ia kemudian digantikan oleh putranya Prabu Déwatabuanawisésa atau Ratu Dewata . Tapi berbeda dengan ayahnya yang gagah perkasa, Ratu Dewata dikenal sangat alim dan taat kepada agamanya.

Pewaris tahta Pajajaran ini cenderung mengabaikan urusan duniawi dan lebih memilih untuk menjadi raja resi. Kegiatannya sehari-hari adalah berpuasa, tapa pwah-susu, hanya makan buah-buahan dan minum susu, juga melakukan upacara sunatan.


Hal itu dilakukannya lantaran ia terlalu percaya penuh kepada perjanjian damai antara Pajajaran - Cirebon (1531) yang pernah dilakukan oleh sang ayah, sehingga Ratu Dewata lupa, bahwa sebagai pimpinan sebuah negara besar, ia harus tetap bersiaga untuk menjaga segala kemungkinan.

Naskah Carita Parahyangan juga menyebutkan sindiran terhadap Sang Ratu Dewata,

“Ya hati-hatilah orang-orang yang kemudian, janganlah engkau kalah perang karena rajin puasa.”

Mungkin amanah tersebut dimasa kini dapat dipahami sebagai perlunya menjaga keseimbangan antara dunia dan masalah akherat.

Meskipun begitu, sang Raja masih cukup beruntung karena masih memiliki para perwira-perwira tangguh yang pernah mendamping ayahnya dalam beberapa kali pertempuran.

Di lain pihak, Panembahan Hasanudin dari Banten Pasisir merasa sangat tidak setujut atas perjanjian damai yang terjadi antara Pajajaran dengan Cirebon.

Perjanjian itu menurutnya hanya aman bagi Cirebon saja tapi dapat menjadi ancaman bagi Banten. Ia terpaksa setuju dengan perjanjian tersebut lantaran taat kepada kebijakan ayahnya, Susuhunan Jati .

Tapi, Panembahan Hasanudin sudah memiliki niatan untuk menguasai Pakuan. Hal itu pun dilakukannya secara terselubung, yaitu dengan membentuk pasukan khusus tanpa identitas ( tambuh sangkane ), sebagaimana yang telah dilakukan sebelumnya ketika merebut Surasowan .

Kalau melihat garis keturunan, Panembahan Hasanudin adalah cicit dari Sri Baduga Maharaja dari alur daerah Kawunganten maupun dari Susuhuhan Jati, sehingga jika dipandang dari segi agama maka ia merasa berhak atas tahta Kerajaan Pakuan Pajajaran.

Semasa pemerintahan Ratu Dewata, pasukan Hasanudin menyerang ibukota Pakuan Pajajaran. Namun serangan itu mendapat balasan dari pasukan Pakuan di alun-alun Pakuan (Alun-alun Empang). Serangan mendadak itu berhasil menewaskan Tohaan Ratu Sarendet dan Tohaan Ratu Sanghiyang , perwira-perwira muda dari pihak Pakuan.

Peperangan tersebut tercatat dalam Carita Parahyangan yang isinya:

“Datangna bancana musuh ganal, tambuh sangkane. Prangrang di burwan ageung. Pejah Tohaan Ratu Sarendet deung Tohaan Ratu Sanghyang”.
Terjemahan:
Datang bencana dari laskar musuh. Tak dikenal asal-usulnya. Terjadi perang di alun-alun. Gugurlah Tohaan Ratu Sarendet dan Ratu Sanghyang.
Namun serangan itu tidak berhasil menembus pertahanan kota. Kokohnya benteng Pakuan menjadi satu hal yang membuatnya tidak mudah dimasuki musuh. Selain itu, tebing-tebing yang terjal serta adanya parit pertahanan kian mempersulit gerakan musuh untuk menembus benteng.

Benteng pertahanan itu adalah mahakarya dari Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi, seperti disebutkan dalam Pustaka Nagara Kretabhuni I/2 :

"Sang Maharaja membuat karya besar, yaitu membangun telaga besar yang bernama Maharena Wijaya, membuat jalan yang menuju ke ibukota Pakuan dan jalan ke Wanagiri, memperteguh kedatuan, memberikan desa (perdikan) kepada semua pendeta dan pengiringnya untuk menggairahkan kegiatan agama yang menjadi penuntun kehidupan rakyat. Kemudian membuat kaputren (tempat isteri-isteri-nya), kesatrian (asrama prajurit), satuan-satuan tempat (pageralaran), tempat-tempat hiburan, memperkuat angkatan perang, memungut upeti dari raja-raja bawahan dan kepala-kepala desa dan menyusun Undang-undang Kerajaan Pajajaran"

Amateguh kedatwan (memperteguh kedatuan) sejalan dengan maksud "membuat parit" (memperteguh pertahanan) Pakuan, bukan saja karena kata Pakuan mempunyai arti pokok keraton atau kedatuan, melainkan kata amateguh menunjukkan bahwa kata kedatuan dalam hal ini kota raja. Jadi sama dengan Pakuan dalam arti ibukota.

Selain hal di atas, juga lokasi Pakuan yang berada pada posisi yang disebut lemah duwur atau lemah luhur (dataran tinggi, oleh Van Riebeeck disebut "bovenvlakte"). Pada posisi ini, mereka tidak berlindung di balik bukit, melainkan berada di atas bukit. {Pasir Muara di Cibungbulang merupakan contoh bagaimana bukit rendah yang dikelilingi tiga batang sungai pernah dijadikan pemukiman "lemah duwur" sejak beberapa ratus tahun sebelum masehi}. Lokasi Pakuan merupakan lahan lemah duwur yang satu sisinya terbuka menghadap ke arah Gunung Pangrango. Tebing Ciliwung, Cisadane dan Cipaku merupakan pelindung alamiah.

Setelah gagal menyerang Pakuan, pasukan Panembahan Hasanudin bergerak mundur, lalu kembali menyerang dari arah utara, kemudian ke Sumedang, Ciranjang, hingga ke Jayagiri.

Wafatnya Sang Ratu Dewata

Pada tahun 1543, Sang Ratu Dewata wafat, ia kemudian digantikan oleh putranya, Ratu Sakti. Namun Raja baru Pakuan Pajajaran ini menjalankan roda pemerintahan dengan tangan besi, dan dikenal sebagai raja yang kejam.

Ketika kondisi Kerajaan Pakuan Pajajaran sedang memburuk, ia tidak lagi peduli pada etika kenegaraan. Ia banyak membunuh orang-orang tak berdosa, merampas harta rakyat tanpa rasa malu, tidak berbakti pada orang yang sudah tua, serta senang menghina para pendeta.

Ratu Sakti juga senang menikahi "rara hulanjar" atau gadis yang sudah bertunangan, dan puncaknya adalah ketika ia menikah dengan ibu tirinya. Karena perangai buruknya itu, Ratu Sakti kemudian diturunkan dari takhta Pajajaran pada tahun 1551 M.

Kelemahan Pajajaran ini pun tidak sempat dimanfaatkan oleh Banten, karena saat itu Panembahan Hasanudin sedang membantu pasukan Trenggono di Pasuruan.

Ikuti Episode lengkap Hari-hari terakhir di Pakuan Pajajaran:

Bagian 1: Setelah Sri Baduga Wafat
Bagian 2: Serangan ke Pelabuhan
Bagian 3: Serangan pertama ke Pakuan
Bagian 4: Serangan kedua ke Pakuan
Bagian 5: Pajajaran Sirna

2 komentar:

  1. […] Bersambung ke Hari-hari terakhir di Pakuan Pajajaran – Serangan Pertama Ke Pakuan […]

    Balas Hapus
  2. […] Hari-hari terakhir di Pakuan Pajajaran – Serangan Pertama Ke Pakuan […]

    Balas Hapus

Post Bottom Ad

Pages