Post Top Ad

Baheula pisan sebelum  menjadi kota yang padat, Batavia pernah mendapat julukan sebagai " Queen of the East " yang artinya " Ratu dari Timur". Hal ini dikarenakan keindahan dan sumber daya alamnya yang bisa dimanfatkan dengan baik oleh penduduk, termasuk air Sungai Ciliwung yang digunakan menjadi sumber utama air bersih dan minum untuk warga Belanda dan Eropa pada umumnya.


Namun pemandangan seperti itu sudah berakhir. Memasuki awal abad ke-19, Batavia tak ubahnya kota yang kumuh. Sungai Ciliwung yang dahulu " Herang Gagencrang " kini telah bercampur limbah dan lumpur sehingga tak layak minum.

Sungai Ciliwung di Batavia / Jakarta  sekitar tahun 1890 - 1910


Kebutuhan akan air bersih untuk masyarakat Eropa yang ada di Batavia dan sekitarnya memang sudah sedemikian mendesak. Bahkan sejak tahun 1843, telah dibangun beberapa sumur pompa di sejumlah tempat di Batavia, namun air yang dihasilkannya dianggap kurang berkualitas baik.

Beberapa sumur yang ada di kawasan Glodok dan Tanah Abang terpaksa ditutup karena air yang dihasilkan sumur pompa ini terlalu asin sehingga tidak layak dikonsumsi.

Demi mengatasi masalah kebutuhan akan air bersih itu, para pejabat pemerintahan Hindia-Belanda yang berwenang kemudian melakukan penelitian terhadap beberapa mata air yang ada di sekitar Buitenzorg (sebutan untuk Bogor Tempo Dulu ).

Pada 1918, penelitian dilakukan di wilayah Ciburial, Ciomas dan didapati bahwa air yang bersumber dari mata air ini dinyatakan layak pakai, baik untuk keperluan sehari-hari maupun sebagai air minum.

Pengembangan mata air Ciburial sebagai sumber air bersih untuk Batavia



Sumber mata air Ciburial berada di 270 mdpl di kaki Gunung Salak, dengan luas wilayah 15.000 m². Kapasitas air yang bisa dihasilkan saat itu bisa mencapai 500 liter per detik. Pembangunan sarana dan prasarana untuk sumur air tersebut dimulai sejak September 1920.

Air bersih dari mata air Ciburial kemudian dialirkan melalui pipa-pipa yang tertanam dalam tanah di sepanjang jalan raya Ciomas hingga melewat Jalan Pintu Ledeng ( Kretegweg ) Dari situ, air kembali mengalir hingga ke Bubulak.

Jembatan ledeng Sindang Sari yang melintasi Sungai Cisadane tahun 1920


Untuk kelancaran penyaluran air bersih tersebut, pemerintah Hindia-Belanda membangun beberapa jembatan baru dan merenovasi jembatan-jembatan lama, di antaranya:

  • Jembatan Sindangsari sepanjang 10 meter yang melintasi Sungai Cisadane.
  • Jembatan Ledeng yang melintasi Sungai Cidepit di dekat Lapangan Golf Cilendek.
  • Renovasi beberapa jembatan, seperti Jembatan Bubulak yang sudah berdiri di atas Sungai Cipakancilan, dan Jembatan Satu Duit ( Kedoengbadak Brug) yang dibawahnya mengalir Sungai Ciliwung.

Sebelum dialirkan ke Batavia, air bersih dari Ciburial kemudian ditampung di sebuah gardu penampungan air yang dibangun tidak jauh dari tugu witte paal di Pabaton.

Gardu penampungan air di Taman Air Mancur tahun 1920


Gardu ini dilengkapi dengan mesin-mesin pompa, sehingga air bisa kembali disalurkan melalui pipa-pipa yang tertanam sepanjang Jalan Jakarta /Bataviascheweg (Jln Ahmad Yani) menuju gardu penampungan air bersih yang ada di pinggir jalan raya Cibinong.



Lokasi gardu air di Taman Air Mancur




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Pages